Jumat, 08 Juni 2012

Mengenal Tokoh Psikologi "Carl Gustav Jung"

Kali ini saya akan memposting salah satu tokoh psikologi yang terkenal, yaitu Bapak Carl Gustav Jung. Di sini saya mengupas secara tajam, setajam SILET hallllaaaaaah.. keluar lagi mbanyolnya.. -,-" Jadi untuk kawan-kawan yang ingin mengenal tokoh ini langsung saja kita baca. CEKIDOTTT~~~~


Carl Gustav Jung lahir pada 26 Juli 1875 di Kesswil, sebuah kota kecil dekat Danau Constance, Swiss. Kakek dari garis ayah, Carl Gustav Jung senior adalah seorang dokter ternama di Basel. Ayahnya adalah pendeta di Gereja Reformasi Swiss, ibunya seorang putri dari teolog.
Jung adalah seseorang yang tertarik pada segala hal, seperti filologi, sejarah, filsafat, dan ilmu alam. Jung mengidentifikasikan dirinya memiliki sifat yang mirip dengan ibunya: realistis, berhati hangat, namun tidak stabil, emosional dan sensitif.
Dalam pemikiran mengenai daya penggerak dalam manusia ia sanagat terpaengaruh karya Schopenhauer. Kemauan sebagai unsur tak sadar dalam kepribadian manusia, yang mendorong manusia di luar penilikan ratio (Die Welt als Willie und Vorstellung, 1819). Lalu dia juga mendapat bahan pemikiran yang dirasanya lebih tepat dari buku karya Eduard Von Hartmann. Adanya prinsip teologis dalam dunia yang tidak sadar akan tujuannya sendiri namun mendorong segala kekuatan hidup ke arah tujuannya masing-masing (Philosophie des Unbewussten, 1869).
Setelah memeroleh gelar medisnya, Jung mulai memahami teori Freud dan mulai intens surat-menyurat dengan Freud, yang kemudian berujung pada saling bertemu (kopi darat). Freud mulai merasa bahwa Jung dapat menjadi penerusnya. Namun seiring berjalannya waktu, kedua psikoanalis ini mengalami perbedaan pendapat yang kuat, dipicu oleh ketidaksediaan Freud untuk mengungkap mimpinya. Selain itu, perbedaan kepribadian yang kuat membuat hubungan mereka semakin menjauh. Setelah sekian lama menempatkan diri sebagai pengikut Freud, kemudian ia memantapkan diri akan perbedaan pandangan aliran sendiri yang diberinya nama Psikologi Analitis atau Psikologi Kompleks.
Sebagai penulis, Jung sangat produktif. Tulisannya banyak dan bidang orientasinya luas, sedang pendapatnya selalu berkembang. Oleh karena itulah maka teori Jung sebagai kesatuan tidak mudah dipahami. Bila disederhanakan, teori tersebut dapat dimengerti dalam rangka struktur, dinamika, serta perkembangan kepribadian (psyche).

A.   STRUKTUR PSYCHE ATAU KEPRIBADIAN
Yang dimaksud dengan psyche ialah totalitas segala peristiwa psikis baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Namun, tidak seperti Freud, Jung menegaskan bahwa kebanyakan porsi terpenting alam bawha sadar bermuara bukan dari pengalaman-pengalaman pribadi individual namun dari eksistensi manusia yang jauh di masa lalu, sebuah konsep yang disebut Jung sebagai alam bawah sadar kolektif. Jadi bagi Jung, alam bawah sadar dan alam bawah sadar personal tidak begitu diprioritaskan. Menurut Jung, jiwa manusia terdiri dari dua alam, yaitu:
1.      Alam sadar (kesadaran)
2.      Alam tidak sadar (ketidaksadaran)
Fungsi keduanya adalah penyesuaian. Alam sadar sebagai penyesuaian terhadap dunia luar, sedangkan alam tak sadar sebagai penyesuaian terhadap dunia dalam. Batas antara kedua alam itu tidak tetap, dapat berubah. Maksudnya, luas daerah kesadaran atau ketidaksadarn itu dapat bertambah atau berkurang. Dalam kenyataannya, daerah kesadaran itu hanya merupakan sebagian kecil saja dari alam kejiwaan.
1.      Struktur Kesadaran
Kesadaran adalah suatu tingkat kesiagaan individu pada saat ini terhadap stimulus internaldan eksternal. Yaitu terhadap peristiwa-peristiwa lingkungan dan sensasi tubuh, memori dan pikiran. Ada dua komponen pokok kesadaran, yaitu sebagai berikut.
a.       Sikap Jiwa
Jung mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan untuk berinteraksi atau bereaksi ke arah yang khas. Jung melihat bahwa orang memiliki sikap yang terintrovesi sekaligus terekstraversi.
1)      Introversi
Menurut Jung, introversi adalah membalikkan energi psikis ke dalam sebuah orientasi terhadap subjektivitas. Orang yang introver selalu mendengarkan dunia batin mereka dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan persepsi yang terinduvidualisasikan. Segala yang dilakukannya didasarkan pada pandangan subjektif mereka.
2)      Ekstraversi
Berlawanan dengan introversi, ekstraversi adalah sikap yang mengarahkan energi psikis keluar sehingga seseorang diorientasikan menuju sesuatu yang objektif dan menjauh dari sikap yang subjektif. Orang yang ekstrover lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka daripada dunia batin mereka sendiri.
Tidak semua manusia intorver total atau ekstrover total. Seorang introver mirip jungkat-jungkit yang tidak seimbang karena lebih berat pada sisi introver dan lebih ringan sisi ekstrover, begitu pun sebaliknya. Sementara orang yang sehat secara psikologis mencapai keseimbangan pada dua sikap ini.
Freud secara pribadi merupakan seorang yang introver selalu menyesuaikan diri dengan mimpi-mimpi dan kehidupan fantasinya dalam kesendirian. Namun Jung melihat bahwa teori Freud bersifat ektrover karena dia mereduksi pengalaman-pengalaman manusia hanya kepada dunia eksternal seks dan agresi. Jung, tentunya, melihat terorinya sendiri sebagai teori yang seimbang, sanggup menerima baik sisi objektif maupun subjektif.
b.      Fungsi Jiwa
Jung memaksudkan fungsi jiwa sebagai suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tiada berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat fungsi pokok menjadi dua, yakni rasional dan irasional. Rasional bekerja dengan penilaian: pikiran menilai benar-salah, dan perasaan menilai atas dasar menyenangkan-tidak menyenangkan. Sedangkan irrasional semata hanya mendapat pengamatan: pendirian mendapatkan pengamatan dengan sadar-indriah, dan intuisi mendapatkan pengamatan secara tak sadar-naluriah.
Keempat fungsi itu dimiliki oleh manusia, namun biasanya hanya salah satu saja yang paling berkembang. Fungsi yang berkembang itu merupakan fungsi superior dan menentukan tipe orangnya, jadi ada tipe pemikir, perasa, pendria, dan intuitif.
1)      Berpikir (Thinking)
Berpikir ialah intelektual logis yang menghasilkan rantai ide-ide. Tipe berpikir bisa bersifat ekstrover atau introver, tergantung sikap dasar seseorang. Orang yang berpikir secara ekstrover sangat mengandalkan pikiran-pikiran konkret, namun mereka bisa juga menggunakan ide-ide abstrak jika ide-ide ini dipancarkan kepada mereka dari luar.
Orang yang berpikir secara introver bereaksi terhadap stimuli eksternal, namun interpretasi mereka mengenai suatu peristiwa lebih diwarnai oleh makna internal yang mereka berikan kepada stimuli tersebut daripada oleh fakta-fakta objektif itu sendiri.
2)      Perasaan (Feeling)
Jung menggunakan istilah perasaan untuk menggambarkan proses mengevaluasi suatu ide atau peristiwa. Fungsi perasaan harus dibedakan dari emosi. Perasaan adalah pengevaluasian setiap aktivitas sadar, bahkan terhadap hal-hal yang dinilai sebagai sesuatu yang tidak begitu disukai. Kebanyakan evaluasi ini tidak memiliki kandungan emosi, namun mereka sanggup menjadi emosi jika intensitasnya meningkat sampai ke titik penstimulasian perubahan-perubahan fisiologis dalam diri seseorang.
3)      Pengindraan (Sensing)
Fungsi yang menerima stimuli fisik dan mentransmisikannya ke alam sadar perseptual disebut sensasi atau pengindaraan. Orang yang mengindera secara ekstrover memahami stimuli eksternal secara objektif, kebanyakan sama dengan stimuli yang eksis dalam realitas. Orang yang mengindera secara introver sebagian besar terpengaruh oleh sensai-sensasi subjektif.
4)      Pengintuisian (Intuiting)
Intuisi melibatkan persepsi yang melampaui kerja kesadaran. Pengintuisian didasarkan pada serangkaian fakta yang menyediakan materi bagi pikiran dan perasaan.
c.       Persona
Persona ialah sisi kepribadian yang ingin ditunjukkan manusia kepada dunia. Persona merupakan kompromi antara individu dan masyarakat, antara struktur batin sendiri dengan tuntutan-tuntutan sekitar mengenai bagaimana seharusnya orang berbuat. Bila orang dapat menyesuaikan diri ke dunia luar dan dunia dalam dengan baik, maka persona itu akan merupakan selubung yang elastis, yang dapat dengan lancar digunakan. Sebaliknya, jika penyesuaian itu tidak baik, maka persona dapat merupakan topeng yang kaku untuk menyembunyikan kelemahannya.
2.      Struktur Ketidaksaran
ketidaksadaran sebagai suatu lapisan psikologi yang mempengaruhi perasaan, pikiran dan tindakan manusia. Menurut Jung ketidaksadaran punya dua lapisan yaitu sebagai berikut.
a.       Ketidaksadaran Pribadi
Ketidaksadaran personal ini dibentuk oleh pengalaman-pengalaman individual, karena itu unik bagi diri kita masing-masing. Ketidaksadaran personal mencakup semua pengalaman individual tertentu yang direpresi, dilupakan, atau dirasakan selama hidupnya.
Selain alam ketidaksadaran (bawah sadar), ada juga istilah yang dikemukakan oleh Freud, yaitu alam prasadar. Alam prasadar merupakan daerah perbatasan antara ketidaksadaran pribadi dan kesadaran, dan berisikan hal-hal yang siap masuk ke kesadaran. Sedangkan alam bawah sadar berisi kejadian-kejadian psikis yang terletak pada daerah perbatasan antara ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif.
b.      Ketidaksadaran Kolektif
Berlawanan dengan alam bawah sadar personal yang dihasilkan dari pengalaman-pengalaman individu, ketidaksadaran kolektif diwariskan dan diturunkan dari generasi-generasi sebagai potensi psikis. Karena itu, kandungan dari alam bawah sadar kolektif kurang lebih sama bagi setiap orang di semua budaya.
Isi dari ketidaksadaran kolektif menagaktifkan dan memengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan seseorang. Alam bawah kolektif bertanggung jawab pada banyak mitos, legenda, dan keyakinan religius manusia. Ketidaksadaran kolektif tentunya tidak disadari. Sehingga akan membuat kita bertanya-tanya mengenai bagaimana orang dapat mengetahui atau menyadari ketidaksadaran tersebut. Ketidaksadaran tersebut diperoleh secara tidak langsung, yaitu melalui manifestasi ketidaksadaran yang berbentuk gejala dan kompleks, mimpi, dan arketipe.
1)      Gejala dan Kompleks
Kedua hal ini masih dapat disadari. Symptom adalah “gejala dorongan” dari jalannya energi yang normal, yang dapat berbentuk symptom kejasmanian maupun kejiwaan. Symptom adalah tanda bahaya yang memberitahu bahwa ada sesuatu dalam kesadaran yang kurang, sehingga perlu perluasan ke alam bawah sadar.
Sedangkan yang dimaksud dengan kompleks adalah bagian kejiwaan kerpribadian yang telah terpecah dan lepas dari kontrol kesadaran dan kemudian memiliki kehidupan sendiri dalam kegelapan alam ketidaksadaran, yang kemudian dapat menghambat prestasi bagi alam kesadaran.
2)      Mimpi, Fantasi, dan Khayalan
Mimpi memiliki hukum dan bahasa sendiri. Di dalam mimpi, soal-soal sebab-akibat, ruang dan waktu tidak berlaku, bahasanya bersifat lambang dan karenanya untuk memahaminya perlu ditafsirkan. Bagi Jung, mimpi memiliki fungsi konstruktif, yaitu mengkompensasikan keberatsebelahan dari konflik. Mimpi sering merupakan manifestasi daripada ketidaksadaran kolektif. Selain mimpi, Jung juga mengemukakan pula fantasi dan khayalan sebagai bentuk manifestasi ketidaksadaran.
3)      Arketipe
Arketipe adalah imaji-imaji masa lalu yang berasala dari alam bawah sadar kolektif. Arketipe dibawa sejak lahir dan tumbuh pada ketidaksadaran kolektif selama perkembangan manusia, jadi tak tergantung pada manusia perseorangan. Arketipe tidak dapat direpresentasikan secara langsung, namun ketika diaktifkan, dia mengaktifkan diri lewat beberapa mode, utamanya lewat mimpi, fantasi, dan delusi. Oleh karena itu, harus diingat bahwa arketipe hanya dapat dibatasi secara material, orang hanya dapat menggambarkannya tapi tidak dapat mencandranya.
c.       Bentuk-Bentuk Khusus Ketidaksadaran
1)      Bayang-Bayang (Shadow)
Shadow yang merupakan arketipe kegelapan dan represi, merepresentasikan kualitas-kualitas yang tidak ingin kita akui namun berusaha kita sembunyikan dari orang lain, bahkan dari diri sendiri. Shadow terdiri atas kecenderungan yang secara moral ditolak, sama seperti sejumlah kualitas konstruktif dan kreatif lain yang takut kita hadapi.
Jung berpendapat bahwa kita semua harus terus bergumul untuk mengetahui shadow kita, karena hal itu akan membuat kita memahami shadow kita sendiri. Sayangnya, kebanyakan dari kita tidak pernah memahami shadow kita sendiri karena kita hanya mengidentifikasi diri dengan sisi kepribadian kita yang lebih terang.
2)      Proyeksi: Imago
Proyeksi di sini diartikan dengan secara tidak sadar menempatkan isi-isi batin sendiri pada obyek-obyek di luar dirinya. Jung menamakan isi kejiwaan yang diproyeksikan kepada orang lain itu imago.
3)      Animus dan Anima
Animus diartikan sebagai arketipe maskulin pada perempuan, sedangkan anima ialah sisi feminin laki-laki yang berakar dari alam bawah sadar kolektif. Hanya sedikit laki-laki yang mengenal anima mereka karena untuk mengenalinya, diperlukan keberanian besar dan bahkan lebih sulit daripada mengenal shadow mereka. Untuk mrnguasai proyeksi-proyeksi anima, lelaki harus menaklukkan penghalang-penghalang intelektual mereka, turun jauh ke alam bawah sadar dan bergulat dengan sisi feminin mereka. Anima ini merepresentasikan suasana hati dan perasaan yang irasional.
Sedangkan animus merupakan pemikiran dan penalaran simbolis. Jung yakin bahwa animus bertanggung jawab terhadap pola pikir dan opini pada perempuan sama seperti anima menghasilkan perasaan dan suasana hati pada laki-laki. Animus juga merupakan penjelasan bagi pemikiran irasional dan opini tidak logis yang sering dilekatkan pada perempuan. Bila seorang perempuan didominasi oleh animusnya, tak satupun tuntutan logis atau emosional dapat mengguncangkannya dari keyakinan-keyakinan yang sudah terjali dalam dirinya. Anima dan animus ini muncul dalam mimpi, penglihatan dan fantasi dalam bentuk yang dipersonifikasi.

B.   DINAMIKA PSYCHE ATAU KEPRIBADIAN
Menurut Jung, struktur psyche itu tidak statis melainkan dinamis, senantiasa bergerak terus-menerus. Dinamika ini disebabkan oleh energi psikis yang disebutnya sebagai libido. Pengertian libido di sini dipergunakan seperti energi dalam ilmu alam, jadi sebagai abstraksi yang menyatakan relasi-relasi dinamis.
1.      Hukum atau Prinsip Psyche
a.       Hukum Pasangan Berlawanan
Psyche (kepribadian) adalah suatu sistem energi yang tertutup,cnamun tidak sempurna. Hal ini karena energi dari sumber di luarnya dapat masuk atau ditambahkan ke sistem ini. Kenyataan bahwa psyche adalah sistem yang dapat dipengaruhi atau dimodifikasi oleh sumber-sumber dari luar berarti bahwa psyche tidak pernah mencapai stabilitas yang sempurna, yang dicapai hanyalah stabilitas nisbi, hanya untuk sementara.
Psyche dinyatakan sebagai sistem energi yang tertutup karena psyche memiliki prinsip mengatur diri sendiri, yang berlangsung atas dasar hukum-hukum tertentu. Hukum pokoknya adalah hukum kebalikan atau lebih tepatnya hukum berlawanan, tidak ada suatu sistem yang mengatur diri sendiri tanpa kebalikan.
Sebelumnya telah ditemukan hukum psikologis seperti ini, yang disebut enantiodromia yang berarti segala sesuatu pada suatu kali akan berubah menjadi kebalikan atau lawannya. Contohnya ialah perubahan dari siang menjadi malam.
b.      Prinsip Ekuivalens
Prinsip yang mengatur energi psikis itu juga “analog” dengan prinsip-prinsip yang mengatur energi-energi dalam ilmu alam. Prinsip ini analog dengan hukum penyimpanan energi dalam thermodinamika, yang mengatakan bahwa sesuatu nilai menurun atau hilang, maka jumlah energi yang didukung oleh nilai itu tidak hilang dari psyche melainkan akan muncul kembali dalam nilai baru. Jadi, dalam seluruh sistem kejiwaan itu banyaknya energi tetap hanya distribusinya yang berubah-ubah.
c.       Prinsip Entropi
Hukum ini menyatakan bahwa apabila dua benda yang berlainan panasnya bersentuhan, maka panas akan mengalir dari yang lebih panas kepaqda yang lebih dingin. Bekerjanya prinsip ini menghasilkan keseimbangan kekuatan. Prinsip ini diambil oleh Jung untuk menggambarkan dinamika psyche, yaitu distribusi energi di dalam psyche itu selalu menuju keseimbangan.
2.      Arah dan Intensitas Energi
Gerak energi memiliki arah, arah gerak ini dibedakan menjadi gerak progresif dan gerak agresif. Progresi ialah gerak ke kesadaran dan berbentuk proses penyesuaian yang melibatkan aliran maju energi psikis. Sedangkan gerak regresif terjadi bila dengan gagalnya penyesuaian secara sadar dan kerenanyalah ketidaksadaran terbangunkan, terjadilah penumpukan energi yang berat sebelah dan berakibat isi-isi ketidaksadaran menjadi terlalu penuh energi dan kekuatannya bertambah besar.
Dari ketegangan itu, nampak bahwa progresi memiliki nilai positif dan regresi memiliki nilai negatif. Namun menurut Jung, regresi juga punya nilai positif: bila progresi terjadi atas dasar keharusan penyesuaian terhadap dunia luar, maka regresi itu terjadi atas keharusan penyesuaian ke dalam, jadi penyesuaian dengan hukum batin sendiri.
Progresi dan regresi hanya fase dalam bekerjanya energi. Regresi merupakan pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam individu, sekaligus sebagai jalan untuk memperkaya jiwa, dengan memanggil gambaran-gambaran yang ada dalam ketidaksadaran ke dalam kesadaran.
3.      Interaksi Antara Aspek-aspek Psyche atau Kepribadian
Keempat fungsi jiwa yang pokok dan kedua sikap jiwa serta berbagai sistem yang membentuk keseluruhan kepribadian berinteraksi satu sama lain dalam tiga cara, yaitu:
a.       Sesuatu sistem atau aspek mengompensasikan kelemahannya terhadap yang lain.
Kompensasi dapat terjadi pada pasangan-pasangan berlawanan dsan dengan mudah dapat ditunjukkan dalam hal fungsi jiwa dan sikap jiwa. Orang yang pikirannya berkembang namun perasaanya tidak berkembang akan menimbulkan ketegangan yang mengganggu keseimbangan jiwa dan menuntut kompensasi, begitu pun sebaliknya. Kompensasi dapat dipenuhi misalnya dengan mimpi atau fantasi.
b.      Sesuatu sistem atau aspek menentang sistem atau aspek yang lain.
Pertentangan terjadi antara berbagai aspek dalam kepribadian, antara pikiran dan perasaan, antara intuisi dan pendriaan, antara persona dan anima atau animus. Pasangan yang telah disebutkan selalu saling berlawanan, berhubungan secara komplementer dan kompensatoris, dan hal ini menyebabkan psyche atau kepribadian selalu bersifat dinamis.
c.       Satu atau dua sistem mungkin bersatu untuk membentuk sintesis.
Aspek-aspek yang disebutkan di atas tidak selamanya bertentangan, melainkan juga dapat saling menarik atau mengadakan integrasi atau sintesis. Persatuan yang saling berlawanan ini oleh Jung dinilai disebabkan oleh adanya transcedent function, yang memiliki kemampuan untuk mempersatukan segala kecenderungan yang saling berlawanan dan mengolahnya menjadi kesatuan yang sempurna dan ideal.
 
C.   PERKEMBANGAN PSYCHE ATAU KEPRIBADIAN
Jung meyakini bahwa kepribadian berkembang lewat serangkaian tahapan yang memuncak pada individualisasi atau realisasi diri (Robert, et al, 1979 : 31).
Jung mengelompokkan tahap hidup menjadi empat bagian yaitu sebagai berikut.
1.      Masa Kanak-kanak
Masa kanak-kanak oleh Jung dibagi menjadi tiga bagian yaitu anarkis, monarkis, dan dualistis. Fase anarkis dicirikan oleh kesadaran yang khas dan sporadis. Pengalaman masa anarkis kadang memasuki kesadaran sebagai imaji-imaji primitif, tidak sanggup diverbalkan secara akurat.
Fase monarkis dicirikan oleh perkembangan ego dan permulaan pemikiran logis dan verbal. Selama waktu ini anak-anak mulai melihat diri mereka secara objektif dan sering menyebut dirinya dengan kata ganti orang ketiga. Sedangkan pada masa dualistis, anak-anak mulai menyebut diri mereka dengan kata ganti orang pertama dan menyadari eksistensi mereka sebagai individu yang berbeda.
2.      Masa Muda
Periode dari masa pubertas ke paruh baya disebut masa muda. Anak muda berjuang meraih kemandirian psikis dan fisik dari orang tua mereka, menemukan belahan jiwanya, membentuk keluarga, dan merebut sebuah tempat di panggung dunia ini.
Menurut Jung, masa muda seharusnya merupakan sebuah periode peningkatan aktivitas, kematangan seksualitas, tumbuhnya pemahaman dan kesadaran bahwa era kanak-kanak yang bebas dari masalah tidak akan kembali lagi. Kesulitan utama yang dihadapi di masa ini ialah menaklukkan kecenderungan alamiah untuk mengandalkan kesadaran sempit masa kanak-kanak agar terhindar dari masalah-masalah yang terus mengganggu seumur hidup.
3.      Masa Paruh Baya
Jung berpendapat, usia paruh baya ialah 35 hingga 40 tahun. Meskipun di usia ini dapat menghadapkan orang-orang paruh baya kepada peningkatan kecemasan, namun hidup paruh baya juga menjadi periode potensial yang menakjubkan. Jika orang-orang paruh baya mempertahankan nilai-nilai sosial dan moral dari hidup mereka sebelumnya, maka mereka menjadi sangat kolot dan fanatik dalam upayanya mempertahankan daya fisik dan ketangkasan mereka. Ketika menemukan bahwa ideal mereka mulai bergeser, mereka bisa berjuang dengan penuh rasa putus asa untuk mempertahankan daya tarik fisik dan ketangkasan mereka.
4.      Usia Senja
Seiring dengan senja kehidupan yang semakin mendekat, manusia mengalami penyusutan kesadaran. Jika di kehidupan sebelumnya manusia takut pada kehidupan, maka di masa ini dan selanjutnya mereka takut pada kematian. Rasa takut pada kematian adalah tujuan hidup di mana hidup hanya dapat dipenuhi saat kematian dilihat dalam terang ini.

D.   REALISASI DIRI JUNG
Relisasi diri atau individualisasi, yang disebut juga kelahiran kembali secara psikologis, ialah proses untuk menjadi seorang individu atau pribadi seutuhnya. Psikologi analitik pada esensinya merupakan psikologi mengenai hal-hal yang berlawanan, dan realisasi diri adalah proses untuk mengintegrasikan kutub-kutub yang berlawanan dalam satu individu tunggal yang homogen.
Proses menjadi diri sendiri berarti seseorang memiliki semua komponen psikologis yang berfungsi dalam kesatuan, dengan melewati suatu proses yang memanusiakannya. Orang yang melewati proses ini telah mencapai realisasi diri, meminimkan persona, mengenali anima atau animus mereka, dan mencapai kesemibangan antara introversi dan ekstraversi. Selain itu, individu yang merealisasikan diri sudah mengembangkan fungsi psikologis sampai ke tingkat superior, sebuah prestasi yang sangat sulit dicapai.
Realisasi diri sangat jarang dan hanya bisa dicapai oleh orang yang sanggup mengasimilasikan alam bawah sadar mereka ke dalam kepribadian total mereka. Manusia yang merealisasikan dirinya sanggup mengembangkan dunia eksternal maupun internal mereka. Tidak seperti individu yang terganggu secara psikologis, mereka hidup di dunia nyata, dan melakukan konsensi yang dibutuhkan untuk itu.

OK itu tadi seputar Carl Gustav Jung. Semoga bermanfaat untuk para pembaca. Sekiaaaannn............ ^^

2 komentar: